PERAN EKOFEMINISM DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN
Substansi isu Lingkungan Hidup sebagai objek kajian keilmuan sangat luas cakupannya. Kerusakan dan kebakaran hutan, keanekaragaman hayati, polusi udara akibat emisi karbon dari industry maupun kendaraan bermotor, pencemaran sungai dan laut, kerusakan pantai, pembuangan limbah nuklir merupakan cakupan isu lingkungan hidup umat manusia sebagai individu maupun kelompok. Akhir-akhir ini isu lingkungan hidup menjadi topic yang hangat diperdebatkan dalam berbagai fora internasional karena adanya gejala pemanasan global yang semakin mengkhawatirkan, selain itu mencairnya es di Kutub Utara, permukaan laut yang naik, perubahan iklim yang tidak teratur, bencana alam yang melanda berbagai wilayah di permukaan bumi sangat mempengaruhi hakekat interaksi aktor-aktor hubungan internasional.1
Isu Lingkungan hidup pertama kali diangkat sebagai agenda dalam hubungan internasional pada tahun 1970-an. Hal ini ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia.2 kemudian muncul gerakan-gerakan perdamaian untuk membahas masalah lingkungan.
Ekologi seperti yang diketahui merupakan alam, lingkungan hidup yang berada di sekitar kita untuk dijaga, dirawat dan diperhatikan. Ekologi menjadi penting dibahas karena terjadinya kerusakan-kerusakan alam yang sempat terabaikan dan kaum feminis berusaha untuk menyelamatkannya dengan gerakan-gerakan yang telah mereka usung. Perempuan lebih peka , lebih sensitive terhadap alam dan sekitarnya, ideologi-ideologi yang dibuat oleh kaum feminism ini tidak setuju akan adanya penindasan, diskriminasi, dan eksploitasi terhadap perempuan dalam kehidupannya. Kaum feminis beranggapan bahwa sistem dan struktur social yang timpang dan tidak adil perlu adanya rekonstruksi kembali agar terjadi keadilan dan kesetaraan.
Ekofeminism merupakan sebuah gerakan yang dibangun oleh kaum Feminis untuk menjaga ekologi atau alam di seluruh dunia. Dalam pengertian lain menyatakan bahwa ekofemism yaitu salah satu cabang feminis gelombang ketiga yang mencoba menjelaskan keterkaitan alam dan perempuan, terutama yang menjadi titik fokusnya adalah kerusakan alam yang mempunyai keterkaitan langsung dengan penindasan perempuan.3 Ada lagi yang berpendapat ekofeminism adalah teori atau suatu cara pandang yang digagas oleh sekelompok perempuan dan aktivis yang bersepakat bahwa tekanan terhadap bumi dan tekanan terhadap perempuan, hal ini memiliki kesamaan titik yaitu adanya ketidakberdayaan, ketidak adilan perlakuan, sehingga perempuan ditempatkan pada posisi cara pandang yang sebagaimana dalam pandangan masyarakat barat menempatkan sekelompok masyarakat menjadi kaya-miskin, baik-buruk, dan lain sebagainya.4
Ekofeminism ini berawal pada tahun 1974 oleh Francoise d’Eaubonne dalam Le Feminisme Ou La Mort5 yang pertama memperkenalkan pembahasan ini di Kota Paris, Prancis. Bahwa ada hubungan antara opresi terhadap perempuan dan opresi terhadap alam. D’Eaubonne berusaha menggugah kesadaran manusia akan potensinya untuk mampu melakukan revolusi ekologis dalam menyelamatkan lingkungan hidup.
Permasalahan lingkungan hidup yang menjadi permasalahan-permasalahan global yang diawali tahun 1972 dalam konfrensi Stockholm berhasil mengajak hampir semua masyarakat dunia untuk menetapkan , untuk pertama kalinya dalam sejarah, upaya-upaya kerjasama yang telah dapat dilakukan demi kehidupan timbal balik di dalam biosfer. Sejarah konferensi itu dapat dilihat sebagai mercusuar kecil dalam mengawali pergeseran atas nilai-nilai yang dominant menuju kepekaan ekologis yang lebih besar. Negara-negara perwakilan pada pertemuan Stockholm sepakat untuk membentuk Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP) secara Permanent.6 Permasalahan Ekologi sudah diangkat sebelumnya pada pertemuan PBB untuk menangani masalah lingkungan, dengan adanya lembaga yang telah ditetapkan dunia. Tetapi kaum feminism mengangkat bahwa kerusakan alam dan sekitarnya diakibatkan oleh ulah kaum Pria, yang mana para kaum pria hanya bisa merusak dengan menyempitkan kegunaan , mengutamakan tekhnologi yang merusak alam, dan menurut kaum feminis itu merupakan eksploitasi yang dibuat oleh kaum Pria. Seperti kegunaan bibit unggul , tidak adanya variasi tanaman dan menunggu bibit Unggul datang, tanpa memberikan kesempatan berkembangnya variasi tanaman baru, atau tidak membudidayakan tanaman lama yang hampir tidak ada lagi di bumi.
Gerakan yang dilakukan kaum Feminis kini menjadi significant untuk dibahas dalam SDA dan Lingkungan Hidup, karena kaum feminis berani melakukan gerakan perdamaian lewat lingkungan. Gerakan-gerakan kaum feminis dalam masalah ekologi mencoba untuk memberikan perubahan untuk melakukan transformasi, yang mana dalam hal ini apakah akan berdampak bagi Negara-negara maju yang industri nya semakin berkembang ? terkait dengan polusi yang semakin menjadi-jadi di Negara Industri dan apakah gerakan ini memberikan pengaruh terhadap Negara-negara berkembang yang basic neednya masih belum terpenuhi?
Effect yang terjadi pada Negara-negara maju sangat berpengaruh walaupun tidak semuanya bisa berubah. Polusi alam yang terkait dengan pencemaran lingkungan justru banyak dihasilkan oleh Negara-negara industri maju. Banyaknya pabrik-pabrik di Negara-negara maju meningkatkan asap-asap pabrik, limbah pabrik yang masih belum dikelola dengan benar. Dan effect rumah kaca di Negara maju maupun Negara berkembang masih belum tuntas ditangani. Walaupun sebagian besar Negara-negara maju sudah bisa menangani masalah sampah yang mereka daur ulang. Yang berarti di Negara-negara maju mereka sudah dapat mengatasi masalah sampah yang berdampak pada kesehatan individu khususnya wanita dan anak-anak.
Pergerakan ekofeminis yang pertama dimulai sekitar tahun 1974 oleh sekelompok perempuan di utara India, mereka menamakan dirinya “Chipko Movement” . mereka melakukan protes penebangan hutan yang dilakukan oleh kolonial Inggris. Gerakan Chipko merupakan manivestasi dari filsafat Gandhian Satyagrahas yang mencoba menyelamatkan dan melestarikan hutan tradisional atau “Forest Culture”.
Sedangkan di Negara dunia ke tiga atau Negara-negara berkembang, permasalahan ekologi bukan menjadi focus utama bagi mereka karena mereka masih memikirkan basic need mereka yang masih belum tepenuhi dan belum tuntas. Mengatasi masalah sampah , Negara-negara berkembang masih belum bisa mengelola dan hal ini berdampak pada kesehatan mereka, apalagi mereka yang hidupnya dekat dengan tempat pembuangan sampah, yang tergolong kumuh, tercemar, dan kotor. Kaum ekofeminis peduli akan pencemaran lingkungan yang terjadi di Negara-negara berkembang, tapi pada faktanya kaum ekofeminis ini banyak berada di Negara-negara maju, yang basic neednya sudah terpenuhi. Mengambil salah satu contoh gerakan yang pernah dilakukan oleh perempuan adalah Wangari Mathai , wanita yang berasal dari Kenya yang kemudian mendapatkan nobel dalam bidang ekologi. Nobel itu diperoleh karena inisiatifnya dalam mempelopori gerakan penanaman pohon yang seluruhnya dikerjakan perempuan di Kenya. Ekofeminisme tidak hanya membicarakan Penyelamatan lingkungan saja, tetapi seluruh kegiatan dalam merawat Lingkungan, dan sebagainya. Semangat Ekofeminisme ini menjadikan salah satu penyelamat terhadap terjadinya krisis Ekologi yang memiliki legitimasi teologis.7
Dalam bukunya yang berjudul Getting to the 21st century: Voluntary Action and Global Agenda, David C.Korten menyatakan bahwa model pembangunan ekonomi yang ber[usat pada partumbuhan telah menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara yang kaya dan miskin, serta krisis ekologis yang mengancam masa depan kehidupan manusia dan peradaban dunia. Ada tiga unsure pokok yang terdapat dalam krisis global sebagai akibat penekanan pada pertumbuhan ekonomi secara berlebihan. Ketiga unsure tersebut adalah kemiskinan, kerusakan lingkungan hidup, dan kekerasan komunal. Saat ini diperkirakan ada 1-1,2 miliar manusia hidup dalam kemiskinan absolute yang artinya banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal seperti sandang, pangan, perumahan dan air bersih. 8
Di Negara Maju, seperti Amerika Serikat baru mengenal isu dan pemikiran-pemikiran ekofeminism pada tahun 1980-an. Pengenalan ekofeminism ini dilakukan oleh Ynestra King, ketika ia melontarkan statement bahwa ada hubungan dialektik antara penindasan terhadap perempuan dengan penindasan terhadap alam. Kaum wanita dinyatakan sangat dekat dengan alam, bukan berarti bahwa hanya kaum wanita saja yang berkewajiban untuk menjaga, memelihara, ataupun merawat. Tetapi dalam ekofeminisme ini merupakan gerakan perubahan dan mengajak kaum Pria untuk bersama-sama melindungi, menjaga, dan merawat ekologi. Melihat sejalan dengan semakin intensifnya proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi kesenjangan antara Negara-negara dan di dalam Negara semakin parah. Porsi kekayaan dunia yang dinikmati oleh segelintir orang kaya semakin meningkat dan mayoritas penduduk miskin semakin sulit untuk menikmati pelayanan kesehatan dan pendidikan pada tingkat yang minimum sekalipun. Sementara Negara-negara telah gagal mengurangi emisi gas akibat industrialisasi sehingga terjadi polusi udara dan pemanasan global , penggundulan dan pembakaran hutan terus terjadi di Negara-negara tropis sehingga mengakibatkan bencana alam.
Ekofeminism ini lebih mengarah pada aksi protes dan aktivitas menentang perusakan alam yang menjadi kerusakan ekologi secara terus-menerus. Ekofeminism mengibaratkan seorang wanita dan alam yang memiliki suatu keterikatan yang sangat kuat dan tidak dapat dipisahkan. Dan tidak menginginkan adanya penindasan, ketidak adilan yang dilakukan oleh kaum Pria terhadap wanita, seperti halnya Pria merusak Alam yang mana mereka menguasai, mengubah, dan menghancurkan dengan tekhnologi yang mereka buat, bahan-bahan kimia yang mereka campurkan , dan kemudian tidak mereka rawat dan dikelola kembali sebagai alam yang tidak tercemar.
Perbedaan yang terjadi di Negara Periperal seperti Negara-negara berkembang sangat sulit untuk menyamakan dengan Negara maju, dalam bidang pembangunannya pun mereka lebih maju dan lebih depan, maka Negara maju bisa lebih focus pada permasalahan ekologi dengan melakukan penanaman pohon atau dengan gerakan hijau (greenmovement).
Bahwasanya dengan adanya gerakan Ekofeminism ini dapat menyelamatkan ekologi dunia yang sedang krisis dan menjadikan kaum feminis lebih setara dengan kaum maskulin untuk menentang perusakan alam.
Ekofeminis sangat berperan dalam lingkungan hidup di Negara manapun. Walaupun eksistensi dari ekofeminism ini masih banyak berada di Negara-negara maju seperti perancis, Inggris, dan banyak Negara eropa lainnya yang sekarang merambah ke Amerika, dan bahkan Negara India pun telah mendirikan ekofeminism ini sudah lama. Dengan banyak terjadinya kerusakan alam, kaum ekofeminis mengupayakan untuk menjaga dan melestarikan sumber daya yang tersisa dengan memaximalkan peran sumber daya alam, berusaha untuk mengajak kaum Pria untuk bersahabat dengan alam seperti yang dilakukan oleh kaum feminis. (Frisca Arini)
SUMBER
Jemadu, Prof. Alexius P.Hd “Politik Global dalam Teori & praktik”.2008, Graha Ilmu;Bandung.
Perwita, DR.Anak Agung Banyu, Yanyan Mochammad Yani “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” 2005,Bandung.
http://indahsurvyana.blogspot.com/2008/08/ekofeminisme.html
http://www.conservation.or.id/tropika/tropika.php?catid=50&tcatid=447
http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2006090700584356
Miller,Lynn H. “Agenda Politik Internasional” Pustaka pelajar,2006.Yogyakarta
1 Jemadu, Prof. Alexius P.Hd “Politik Global dalam Teori & praktik”.2008, Graha Ilmu;Bandung.
2 Perwita, DR.Anak Agung Banyu, Yanyan Mochammad Yani “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional” 2005,Bandung.
6 Miller,Lynn H. “Agenda Politik Internasional” Pustaka pelajar,2006.Yogyakarta
8 Jemadu, Prof. Alexius P.Hd “Politik Global dalam Teori & praktik”.2008, Graha Ilmu;Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar